Thursday, June 23, 2005

Dari sebuah ruangan kelas ...

Beautiful Posted by Hello

Seorang guru wanita dengan bersemangat mengajarkan sesuatu kepada
murid-muridnya.

Ia duduk menghadap murid-muridnya. Di tangan kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada pemadam. Guru itu berkata, "Saya punya satu permainan. Caranya begini, di tangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan ada pemadam. Jika saya angkat kapur ini, maka berserulah "Kapur!", jika saya angkat pemadam ini, maka katakanlah "Pemadam!"

Murid muridnya pun mengerti dan mengikuti. Guru pun berganti-gantian mengangkat antara kanan dan kiri tangannya, semakin lama semakin cepat.
Beberapa saat kemudian guru kembali berkata, "Baik sekarang perhatikan.
Jika saya angkat kapur, maka sebutlah "Pemadam!", jika saya angkat pemadam,maka katakanlah "Kapur!". Dan diulangkan seperti tadi. Tentu saja murid-murid tadi banyak yang keliru dan kikuk, dan sangat sukar untuk mengubahnya. Namun lambat laun, mereka sudah biasa dan tidak lagi kikuk. Selang beberapa saat, permainan berhenti.

Sang guru tersenyum kepada murid-muridnya. "Anak-anak, begitulah kita umat Islam. Mulanya yang haq itu haq, yang batil itu batil. Kita begitu jelas membedakannya. Namun kemudian, musuh-musuh kita memaksakan kepada kita dengan perbagai cara, untuk menukarkan sesuatu, dari yang haq menjadi batil, dan sebaliknya.

Pertama-tama mungkin akan sukar bagi kita menerima hal tersebut, tapi kerana terus disosialisasikan dengan cara-cara menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kita akan terbiasa dengan hal itu. Dan kita mulai dapat mengikutinya. Musuh-musuh kita tidak pernah berhenti membalik dan menukar nilai dan etika.

"Keluar berduaan, berkasih-kasihan tidak lagi sesuatu yang pelik, Zina tidak lagi jadi persoalan, pakaian seksi menjad hal yang lumrah, tanpa rasa malu, sex sebelum nikah menjadi suatu kebiasaan dan trend, nonton hiburan yang asyik dan panjang sehingga melupakan yang wajib adalah biasa,materialistik & hedonisme kini menjadi suatu gaya hidup dan lain lain."

"Semuanya sudah terbalik." lanjutnya, "Dan tanpa disadari, kita sedikit demi sedikit menerimanya tanpa rasa bahwa itu merupakan satu kesalahan dan kemaksiatan. Paham?" tanya Guru kepada murid-muridnya. "Paham Bu..."

"Baik, sekarang kita menginjak ke permainan kedua.. sebuah permainan yang sangat sering dipertontonkan," begitu Guru melanjutkan. "Ibu punya Qur'an, Ibu akan letakkannya di tengah karpet. Sekarang kamu berdiri di luar karpet. Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Qur'an yang ada di tengah tanpa memijak karpet?"

Murid-muridnya berpikir. Ada yang mencuba alternatif dengan tongkat, dan lain-lain. Akhirnya Guru memberikan jalan keluar, digulungnya karpet, dan ia ambil Qur'an. Ia memenuhi syarat, tidak memijak karpet. "Anak-anak, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya... Musuh-musuh Islam tidak akan memijak-mijak kita dengan terang-terang. Karena tentu kita akan menolaknya mentah mentah. Orang biasa pun tak akan rela kalau Islam dihina di hadapan mereka. Tapi mereka akan menggulung kita perlahan-lahan dari pinggir, sehingga kita tidak sadar."Jika seseorang ingin membuat rumah yang kuat, maka dibina dasar / pondasi yang kuat. Begitulah Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang kuat (prioritas pertama dan utama dimana Rosulullaah membina sahabat dengan Aqidah yang kokoh butuh bertahun-tahun, bagaimana dengan kita?). Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau dimulai dengan dasar/pondasinya nya dulu, tentu saja hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dulu, terus dipindahkan dulu, Almari dibuang dulu satu persatu, baru rumah dihancurkan..."

"Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kita. Mereka tidak akan menghantam terang-terangan, tapi mereka akan perlahan-lahan meletihkan kita. Mulai dari perangai kita, cara hidup, pakaian dan lain-lain, sehingga meskipun kita muslim, tapi kita telah meninggalkan ajaran Islam dan mengikuti cara-cara mereka... Dan itulah yang mereka inginkan. Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikri (Perang Pemikiran). Dan inilah yang dijalankan oleh musuh musuh kita... "

"Kenapa mereka tidak berani terang-terang memijak-mijak Ibu?" tanya salah seorang murid. "Sesungguhnya dahulu mereka terang-terang menyerang, misalnya Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain.

Tapi sekarang tidak lagi." "Begitulah Islam... Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sadar, akhirnya hancur. Tapi kalau diserang serentak terang-terangan, mereka akan bangkit serentak, baru mereka akan sadar". "Kalau begitu, kita selesaikan pelajaran kita kali ini, dan mari berdoa dahulu sebelum pulang..."

Matahari bersinar terik takala anak-anak itu keluar meninggalkan tempat
belajar mereka dengan pikiran masing-masing di kepalanya...

Rumah Seribu Cermin

Di sebuah desa kecil, ada sebuah rumah yang dikenal dengan nama "Rumah Seribu Cermin". Suatu hari seekor kucing kecil sedang berjalan-jalan di desa itu dan melintasi "Rumah Seribu Cermin". Ia tertarik pada rumah itu dan memutuskan untuk masuk melihat-lihat apa yang ada di dalamnya.

Sambil melompat-lompat ceria ia menaiki tangga rumah dan masuk melalui pintu depan. Telinga terangkat tinggi-tinggi, ekornya bergerak-gerak secepat mungkin. Betapa terkejutnya ia ketika masuk ke dalam rumah, ia melihat ada seribu wajah ceria kucing-kucing kecil dengan ekor yang bergerak-gerak cepat. Ia tersenyum lebar, dan seribu wajah kucing kecil itu juga membalas dengan senyum lebar, hangat dan bersahabat. Ketika ia meninggalkan rumah itu, ia berkata pada dirinya sendiri, "Tempat ini sangat menyenangkan. Suatu saat saya akan kembali mengunjunginya sesering mungkin."

Sesaat setelah kucing itu pergi, datanglah kucing kecil yang lain. Namun, kucing yang satu ini tidak seceria kucing yang sebelumnya. Ia juga memasuki rumah itu. Dengan perlahan ia menaiki tangga rumah dan masuk melalui pintu. Ketika berada di dalam, ia terkejut melihat ada seribu wajah kucing kecil yang muram dan tidak bersahabat. Segera saja ia mengeong keras-keras, dan dibalas juga dengan seribu suara kucing yang menyeramkan. Ia merasa ketakutan dan keluar dari rumah sambil berkata pada dirinya sendiri, "Tempat ini sungguh menakutkan, saya takkan pernah mau kembali ke sini lagi."

Seringkali gambaran atau kesan tentang wajah yang ada di dunia ini, yang kita lihat adalah cermin gambaran dan kesan dari wajah kita sendiri. Kalau kita mengesankan keramahan, maka dunia akan tampak ramah. Kalau dunia terasa suram, mungkin itu karena kesan yang kita berikan. (Unknown )

Tuesday, June 21, 2005

Orang Kaya dan Anak Kecil

Suatu hari ada orang kaya masuk masjid untuk melaksanakan shalat, dia termasuk orang yang shaleh, lalu dia melihat seorang anak kecil yang berumur tidak lebih dari dua belas tahun sedang berdiri mengerjakan shalat dengan khusyuk, melakukakan rukuk dan sujud dengan hening dan tenang.

Tatkala anak itu selesai dari shalatnya, mendekatlah si kaya dan terjadilah dialog.
Si kaya : "Anak siapakah kamu?"
Si Anak : "Aku anak yatim, aku kehilangan ayah dan ibuku."
Si Kaya : "Maukah kamu menjadi anakku?"
Si Anak : "Apakah engkau akan memberiku makanan ketika aku lapar?
Si Kaya : "Ya, tentu."
Si Anak : "Apakah engkau memberi minum kepadaku saat aku haus?"
Si Kaya : "Ya, tentu saja."
Si Anak : "Apakah engkau akan memberiku pakaian ketika aku telanjang?"
Si Kaya : "Ya."
Si Anak : "Apakah engkau akan menghidupkan aku tatkala aku sudah mati?"

Takjublah lelaki kaya itu seraya berkata, "Ini tidak mungkin dilakukan!"

Anak kecil itu berkata, "Kalau begitu, tinggalkanlah aku bersama Dzat Yang telah menciptakan aku, memberiku rezeki, mematikan aku kemudian menghidupkan kembali."

Lelaki kaya itu berkata kepada si anak, "Benar wahai anakku! Barang siapa yang bertawakal kepada Allah pasti Dia mencukupinya."

(65 Kisah Teladan pemuda Islam yang Brilian - Muhammad Sulthan - Pustaka)

Monday, June 20, 2005

Kuatkan Militansi

Berikut Tulisan KH. Rahmat Abdullah
Kuatkan Militansi
Sejarah telah diwarnai, dipenuhi dan diperkaya oleh orang-orang yang sungguh-sungguh. Bukan oleh orang-orang yang santai, berleha-leha dan berangan-angan. Dunia diisi dan dimenangkan oleh orang-orang yang merealisir cita-cita, harapan dan angan-angan mereka dengan jiddiyah (kesungguh-sungguhan) dan kekuatan tekad.
Ikhwah rahimakumullah,

Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur'an Surat 19 Ayat 12 yang artinya,Ya Yahya hudzil kitaaba bi quwwah ..”.(QS. Maryam (19):12)
Tatkala Allah SWT memberikan perintah kepada hamba-hamba-Nya yang ikhlas, Ia tak hanya menyuruh mereka untuk taat melaksanakannya melainkan juga harus mengambilnya dengan quwwah yang bermakna jiddiyah, kesungguhan-sungguhan.Sejarah telah diwarnai, dipenuhi dan diperkaya oleh orang-orang yang sungguh-sungguh. Bukan oleh orang-orang yang santai, berleha-leha dan berangan-angan. Dunia diisi dan dimenangkan oleh orang-orang yang merealisir cita-cita, harapan dan angan-angan mereka dengan jiddiyah (kesungguh-sungguhan) dan kekuatan tekad.Namun kebatilan pun dibela dengan sungguh-sungguh oleh para pendukungnya, oleh karena itulah Ali bin Abi Thalib ra menyatakan : “Al-haq yang tidak ditata dengan baik akan dikalahkan oleh Al-bathil yang tertata dengan baik”.Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,Allah memberikan ganjaran yang sebesar-besarnya dan derajat yang setinggi-tingginya bagi mereka yang sabar dan lulus dalam ujian ehidupan di jalan dakwah. Jika ujian, cobaan yang diberikan Allah hanya yang mudah-mudah saja tentu mereka tidak akan memperoleh ganjaran yang hebat. Di situlah letak hikmahnya yakni bahwa seorang da'i harus ungguh-sungguh dan sabar dalam meniti jalan dakwah ini. Perjuangan ini tidak bisa dijalani dengan ketidaksungguhan, azam yang lemah dan pengorbanan yang sedikit.
Ali sempat mengeluh ketika melihat semangat juang pasukannya mulai melemah, sementara para pemberontak sudah demikian destruktif, berbuat dan berlaku seenak-enaknya. Para pengikut Ali saat itu malah menjadi ragu-ragu dan gamang, sehingga Ali perlu mengingatkan mereka dengan kalimatnya yang terkenal tersebut.
Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,Ketika Allah menyuruh Nabi Musa as mengikuti petunjuk-Nya, tersirat di dalamnya sebuah pesan abadi, pelajaran yang mahal dan kesan yang mendalam: “Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat)segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman): “Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang teguh kepada perintah-perintahnya dengan sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasiq”.(QS. Al-A'raaf (7):145)
Demikian juga perintah-Nya terhadap Yahya, dalam surat Maryam ayat 12 : “Hudzil kitaab bi quwwah” (Ambil kitab ini dengan quwwah). Yahya juga diperintahkan oleh Allah untuk mengemban amanah-Nya dengan jiddiyah (kesungguh-sungguhan). Jiddiyah ini juga nampak pada diri Ulul Azmi (lima orang Nabi yakni Nuh,Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad yang dianggap memiliki azam terkuat).Dakwah berkembang di tangan orang-orang yang memiliki militansi, semangat juang yang tak pernah pudar.Ajaran yang mereka bawa bertahan melebihi usia mereka. Boleh jadi usia para mujahid pembawa misi dakwah tersebut tidak panjang, tetapi cita-cita, semangat dan ajaran yang mereka bawa tetap hidup sepeninggal mereka.Apa artinya usia panjang namun tanpa isi, sehingga boleh jadi biografi kita kelak hanya berupa 3 baris kata yang dipahatkan di nisan kita : “Si Fulan lahir tanggal sekian-sekian, wafat tanggal sekian-sekian”.
Hendaknya kita melihat bagaimana kisah kehidupan Rasulullah saw dan para sahabatnya. Usia mereka hanya sekitar 60-an tahun. Satu rentang usia yang tidak terlalu panjang, namun sejarah mereka seakan tidak pernah habis-habisnya dikaji dari berbagai segi dan sudut pandang. Misalnya dari segi strategi militernya, dari visi kenegarawanannya, dari segi sosok kebapakannya dan lain sebagainya.
Seharusnyalah kisah-kisah tersebut menjadi ibrah bagi kita dan semakin meneguhkan hati kita. Seperti digambarkan dalam QS. 11:120, orang-orang yang beristiqomah di jalan Allah akan mendapatkan buah yang pasti berupa keteguhan hati. Bila kita tidak kunjung dapat menarik ibrah dan tidak semakin bertambah teguh, besar kemungkinannya ada yang salah dalam diri kita. Seringkali kurangnya jiddiyah (kesungguh-sungguhan) dalam diri kita membuat kita mudah berkata hal-hal yang membatalkan keteladanan mereka atas diri kita. Misalnya: “Ah itu kan Nabi, kita bukan Nabi.
Ah itu kan istri Nabi, kita kan bukan istri Nabi”. Padahal memang tanpa jiddiyah sulit bagi kita untuk menarik ibrah dari keteladanan para Nabi, Rasul dan pengikut-pengikutnya.Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,Di antara sekian jenis kemiskinan, yang paling emprihatinkan adalah kemiskinan azam, tekad dan bukannya kemiskinan harta. Misalnya anak yang mendapatkan warisan berlimpah dari orangtuanya dan kemudian dihabiskannya untuk berfoya-foya karena merasa semua itu didapatkannya dengan mudah, bukan dari tetes keringatnya sendiri.Boleh jadi dengan kemiskinan azam yang ada padanya akan membawanya pula pada kebangkrutan dari segi harta.
Sebaliknya anak yang lahir di keluarga sederhana, namun memiliki azam dan kemauan yang kuat kelak akan menjadi orang yang berilmu, kaya dan seterusnya.
Demikian pula dalam kaitannya dengan masalah ukhrawi berupa ketinggian derajat di sisi Allah. Tidak mungkin seseorang bisa keluar dari kejahiliyahan dan memperoleh derajat tinggi di sisi Allah tanpa tekad, kemauan dan kerja keras.
Kita dapat melihatnya dalam kisah Nabi Musa as. Kita melihat bagaimana kesabaran, keuletan, ketangguhan dan kedekatan hubungannya dengan Allah membuat Nabi Musa as berhasil membawa umatnya terbebas dari belenggu tirani dan kejahatan Fir'aun.
Berkat do'a Nabi Musa as dan pertolongan Allah melalui cara penyelamatan yang spektakuler, selamatlah Nabi Musa dan para pengikutnya menyeberangi Laut Merah yang dengan izin Allah terbelah menyerupai jalan dan tenggelamlah Fir'aun beserta bala tentaranya.Namun apa yang terjadi? Sesampainya di seberang dan melihat suatu kaum yang tengah menyembah berhala, mereka malah meminta dibuatkan berhala yang serupa untuk disembah. Padahal sewajarnya mereka yang telah lama menderita di bawah kezaliman Fir'aun dan kemudian diselamatkan Allah, tentunya merasa sangat bersyukur kepada Allah dan berusaha mengabdi kepada-Nya dengan sebaik-baiknya. Kurangnya iman, pemahaman dan kesungguh-sungguhan membuat mereka terjerumus kepada kejahiliyahan.
Sekali lagi marilah kita menengok kekayaan sejarah dan mencoba bercermin pada sejarah. Kembali kita akan menarik ibrah dari kisah Nabi Musa as dan kaumnya.
Dalam QS. Al-Maidah (5) ayat 20-26 :“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu, ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun di antara umat-umat yang lain”.“Hai, kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi”.“Mereka berkata: “Hai Musa, sesungguhnya dalam negri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar dari negri itu. Jika mereka keluar dari negri itu, pasti kami akan memasukinya”.“Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: “Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman”.“Mereka berkata: “Hai Musa kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja”.“Berkata Musa: “Ya Rabbku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasiq itu”.“Allah berfirman: “(Jika demikian), maka sesungguhnya negri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasiq itu”.Rangkaian ayat-ayat tersebut memberikan pelajaran yang mahal dan sangat berharga bagi kita, yakni bahwa manusia adalah anak lingkungannya. Ia juga makhluk kebiasaan yang sangat terpengaruh oleh lingkungannya dan perubahan besar baru akan terjadi jika mereka mau berusaha seperti tertera dalam QS. Ar-Ra'du (13):11, “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, sampai mereka berusaha merubahnya sendiri”.Nabi Musa as adalah pemimpin yang dipilihkan Allah untuk mereka, seharusnyalah mereka tsiqqah pada Nabi Musa. Apalagi telah terbukti ketika mereka berputus asa dari pengejaran dan pengepungan Fir'aun beserta bala tentaranya yang terkenal ganas, Allah SWT berkenan mengijabahi do'a dan keyakinan Nabi Musa as sehingga menjawab segala kecemasan, keraguan dan kegalauan mereka seperti tercantum dalam QS. Asy-Syu'ara (26):61-62, “Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: “Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul”. Musa menjawab: “Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Rabbku bersamaku, kelak Dia pasti akan memberi petunjuk kepadaku”.
Semestinya kaum Nabi Musa melihat dan mau menarik ibrah (pelajaran) bahwa apa-apa yang diridhai Allah pasti akan dimudahkan oleh Allah dan mendapatkan keberhasilan karena jaminan kesuksesan yang diberikan Allah pada orang-orang beriman. Allah pasti akan bersama al-haq dan para pendukung kebenaran. Namun kaum Nabi Musa hanya melihat laut, musuh dan kesulitan-kesulitan tanpa adanya tekad untuk mengatasi semua itu sambil di sisi lain bermimpi tentang kesuksesan. Hal itu sungguh merupakan opium, candu yang berbahaya. Mereka menginginkan hasil tanpa kerja keras dan kesungguh-sungguhan. Mereka adalah “qaumun jabbarun” yang rendah, santai dan materialistik. Seharusnya mereka melihat bagaimana kesudahan nasib Fir'aun yang dikaramkan Allah di laut Merah.Seandainya mereka yakin akan pertolongan Allah dan yakin akan dimenangkan Allah, mereka tentu tsiqqah pada kepemimpinan Nabi Musa dan yakin pula bahwa mereka dijamin Allah akan memasuki Palestina dengan selamat. Bukankah Allah SWT telah berfirman dalam QS. 47:7, “In tanshurullah yanshurkum wayutsabbit bihil aqdaam” (Jika engkau menolong Allah, Allah akan menolongmu dan meneguhkan pendirianmu).
Hendaknya jangan sampai kita seperti Bani Israil yang bukannya tsiqqah dan taat kepada Nabi-Nya, mereka dengan segala kedegilannya malah menyuruh Nabi Musa as untuk berjuang sendiri. “Pergilah engkau dengan Tuhanmu”. Hal itu sungguh merupakan kerendahan akhlak dan militansi, sehingga Allah mengharamkan bagi mereka untuk memasuki negri itu. Maka selama 40 tahun mereka berputar-putar tanpa pernah bisa memasuki negri itu.Namun demikian, Allah yang Rahman dan Rahim tetap memberi mereka rizqi berupa ghomama, manna dan salwa, padahal mereka dalam kondisi sedang dihukum.
Tetapi tetap saja kedegilan mereka tampak dengan nyata ketika dengan tidak tahu dirinya mereka mengatakan kepada Nabi Musa tidak tahan bila hanya mendapat satu jenis makanan.Orientasi keduniawian yang begitu dominan pada diri mereka membuat mereka begitu kurang ajar dan tidak beradab dalam bersikap terhadap pemimpin. Mereka berkata: “Ud'uulanaa robbaka” (Mintakan bagi kami pada Tuhanmu). Seyogyanya mereka berkata: “Pimpinlah kami untuk berdo'a pada Tuhan kita”.Kebodohan seperti itu pun kini sudah mentradisi di masyarakat. Banyak keluarga yang berstatus Muslim, tidak pernah ke masjid tapi mampu membayar sehingga banyak orang di masjid yang menyalatkan jenazah salah seorang keluarga mereka, sementara mereka duduk-duduk atau berdiri menonton saja.Rasulullah saw memang telah memberikan nubuwat atau prediksi beliau: “Kelak kalian pasti akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian selangkah demi selangkah, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta dan sedepa demi sedepa”. Sahabat bertanya: “Yahudi dan Nasrani ya Rasulullah?”. Beliau menjawab: “Siapa lagi?”.Kebodohan dalam meneladani Rasulullah juga bisa terjadi di kalangan para pemikul dakwah sebagai warasatul anbiya (pewaris nabi). Mereka mengambil keteladanan dari beliau secara tidak tepat. Banyak ulama atau kiai yang suka disambut, dielu-elukan dan dilayani padahal Rasulullah tidak suka dilayani, dielu-elukan apalagi didewakan. Sebaliknya mereka enggan untuk mewarisi kepahitan, pengorbanan dan perjuangan Rasulullah. Hal itu menunjukkan merosotnya militansi di kalangan ulama-ulama amilin.Mengapa hal itu juga terjadi di kalangan ulama, orang-orang yang notabene sudah sangat faham. Hal itu kiranya lebih disebabkan adanya pergeseran dalam hal cinta dan loyalitas, cinta kepada Allah, Rasul dan jihad di jalan-Nya telah digantikan dengan cinta kepada dunia.Mentalitas Bal'am, ulama di zaman Fir'aun adalah mentalitas anjing sebagaimana digambarkan di Al-Qur'an. Dihalau dia menjulurkan lidah, didiamkan pun tetap menjulurkan lidah. Bal'am bukannya memihak pada Musa, malah memihak pada Fir'aun. Karena ia menyimpang dari jalur kebenaran, maka ia selalu dibayang-bayangi, didampingi syaithan. Ulama jenis Bal'am tidak mau berpihak dan menyuarakan kebenaran karena lebih suka menuruti hawa nafsu dan tarikan-tarikan duniawi yang rendah.Kader yang tulus dan bersemangat tinggi pasti akan memiliki wawasan berfikir yang luas dan mulia. Misalnya, manusia yang memang memiliki akal akan bisa mengerti tentang berharganya cincin berlian, mereka mau berkelahi untuk memperebutkannya. Tetapi anjing yang ada di dekat cincin berlian tidak akan pernah bisa mengapresiasi cincin berlian. Ia baru akan berlari mengejar tulang, lalu mencari tempat untuk memuaskan kerakusannya. Sampailah anjing tersebut di tepi telaga yang bening dan ia serasa melihat musuh di permukaan telaga yang dianggapnya akan merebut tulang darinya. Karena kebodohannya ia tak tahu bahwa itu adalah bayangan dirinya. Ia menerkam bayangan dirinya tersebut di telaga, hingga ia tenggelam dan mati.Kebahagiaan sejati akan diperoleh manusia bila ia tidak bertumpu pada sesuatu yang fana dan rapuh, dan sebaliknya justru berorientasi pada keabadian.
Nabi Yusuf as sebuah contoh keistiqomahan, ia memilih di penjara daripada harus menuruti hawa nafsu rendah manusia. Ia yang benar di penjara, sementara yang salah malah bebas.Ada satu hal lagi yang bisa kita petik dari kisah Nabi Yusuf as. Wanita-wanita yang mempergunjingkan Zulaikha diundang ke istana untuk melihat Nabi Yusuf. Mereka mengiris-iris jari-jari tangan mereka karena terpesona melihat Nabi Yusuf. “Demi Allah, ini pasti bukan manusia”. Kekaguman dan keterpesonaan mereka pada seraut wajah tampan milik Nabi Yusuf membuat mereka tidak merasakan sakitnya teriris-iris.Hal yang demikian bisa pula terjadi pada orang-orang yang punya cita-cita mulia ingin bersama para nabi dan rasul, shidiqin, syuhada dan shalihin. Mereka tentunya akan sanggup melupakan sakitnya penderitaan dan kepahitan perjuangan karena keterpesonaan mereka pada surga dengan segala kenikmatannya yang dijanjikan.
Itulah ibrah yang harus dijadikan pusat perhatian para da'i. Apalagi berkurban di jalan Allah adalah sekedar mengembalikan sesuatu yang berasal dari Allah jua. Kadang kita berat berinfaq, padahal harta kita dari-Nya. Kita terlalu perhitungan dengan tenaga dan waktu untuk berbuat sesuatu di jalan Allah padahal semua yang kita miliki berupa ilmu dan kemuliaan keseluruhannya juga berasal dari Allah. Semoga kita terhindar dari penyimpangan-penyimpangan seperti itu dan tetap memiliki jiddiyah, militansi untuk senantiasa berjuang di jalan-Nya. Amin.
Wallahu a'lam bis shawab
Rahmat Abdullah

Sunday, June 19, 2005

Nikmatnya Hidup

Selalu bersyukur akan membuat kita bahagia.Beberapa cerita berikut ini menggambarkannya... Begitu memasuki mobil mewahnya, seorang direktur bertanya pada sopirpribadinya, "Bagaimana kira-kira cuaca hari ini?" Si sopir menjawab, "Cuaca hari ini adalah cuaca yang saya sukai." Merasa penasaran dengan jawaban tersebut, direktur ini bertanya lagi,"Bagaimana kamu bisa begit u yakin?"Supirnya menjawab, "Begini, pak, saya sudah belajar bahwa saya takselalu mendapatkan apa yang saya sukai, karena itu saya selalu menyukaiapapun yang saya dapatkan". Jawaban singkat tadi merupakan wujud perasaan syukur. Syukur merupakankualitas hati yang terpenting. Dengan bersyukur kita akan senantiasadiliputi rasa damai, tenteram, dan bahagia. Sebaliknya, perasaan takbersyukur akan senantiasa membebani kita. Kita akan selalu merasa kurangdan tak bahagia. Ada dua hal yang sering membuat kita tak bersyukur. Pertama, kita seringmemfokuskan diri pada apa yang kita inginkan, bukan pada apa yang kitamiliki. Katakanlah Anda sudah memiliki sebuah rumah, kendaraan,pekerjaan tetap, dan pasangan yang baik. Tapi Anda masih merasa kurang. Pikiran Anda dipenuhi berbagai target dan keinginan. Anda begituterobsesi oleh rumah yang besar dan indah, mobil mewah, serta pekerjaanyang mendatangkan lebih banyak uang. Kita ingin ini dan itu. Bila takmendapatkannya kita terus memikirkannya. Tapi anehnya, walaupun sudahmendapatkannya, kita hanya menikmati kesenangan sesaat. Kita tetap takpuas, kita ingin yang lebih lagi. Jadi, betapapun banyaknya harta yangkita miliki kita tak pernah menjadi "kaya" dalam arti yang sesungguhnya. Mari kita luruskan pengertian kita mengenai orang "kaya". Orang yang"kaya" bukanlah orang yang memiliki banyak hal, tetapi orang yang dapatmenikmati apapun yang mereka miliki. Tentunya boleh-boleh saja kitamemiliki keinginan, tapi kita perlu menyadari bahwa inilah akar perasaantak tenteram. Kita dapat mengubah perasaan ini dengan berfokus pada apayang sudah kita miliki. Cobalah lihat keadaan di sekeliling Anda,pikirkan yang Anda miliki, dan syukurilah. Anda akan merasakan nikmatnyahidup. Pusatkanlah perhatian Anda pada sifat-sifat baik atasan, pasangan, danorang-orang di sekitar Anda. Mereka akan menjadi lebih menyenangkan. Seorang pengarang pernah mengatakan, "Menikahlah dengan orang yang Andacintai, setelah itu cintailah orang yang Anda nikahi." Ini perwujudanrasa syukur. Ada cerita menarik mengenai seorang kakek yang mengeluh karena tak dapatmembeli sepatu, padahal sepatunya sudah lama rusak. Suatu sore iamelihat seseorang yang tak mempunyai kaki, tapi tetap ceria. Saat itujuga si kakek berhenti mengeluh dan mulai bersyukur. Hal kedua yang sering membuat kita tak bersyukur adalah kecenderunganmembanding-bandingkan diri kita dengan orang lain. Kita merasa oranglain lebih beruntung. Kemanapun kita pergi, selalu ada orang yang lebihpandai, lebih tampan, lebih cantik, lebih percaya diri, dan lebih kayadari kita. Rumput tetangga memang sering kelihatan lebih hijau dari rumput dipekarangan sendiri. Ada cerita menarik mengenai dua pasien rumah sakitjiwa. Pasien pertama sedang duduk termenung sambil menggumam, "Lulu,Lulu."Seorang pengunjung yang keheranan menanyakan masalah yang dihadapi orangini. Si dokter menjawab, "Orang ini jadi gila setelah cintanya ditolakoleh Lulu." Si pengunjung manggut-manggut, tapi begitu lewat sel lain ia terkejutmelihat penghuninya terus menerus memukulkan kepalanya di tembok danberteriak, "Lulu, Lulu". "Orang ini juga punya masalah dengan Lulu?" tanyanya keheranan. Dokter kemudian menjawab, "Ya, dialah yang akhirnya menikah denganLulu." Hidup akan lebih bahagia kalau kita dapat menikmati apa yang kitamiliki.Karena itu bersyukur merupakan kualitas hati yang tertinggi. Cerita terakhir adalah mengenai seorang ibu yang sedang terapung di lautkarena kapalnya karam, namun tetap berbahagia. Ketika ditanya kenapademikian, ia menjawab, "Saya mempunyai dua anak laki-laki. Yang pertamasudah meninggal, yang kedua hidup di tanah seberang. Kalau berhasilselamat, saya sangat bahagia karena da pat berjumpa dengan anak keduasaya. Tetapi kalaupun mati tenggelam, saya juga akan berbahagia karenasaya akan berjumpa dengan anak pertama saya ."( Sumber : dari Millis tetangga )